Jumat, 07 Juni 2013

10 Bunga Terindah Di Dunia .



   Bunga yang paling indah, berhubungan dengan desain dan skema warna yang menarik, menciptakan perasaan yang meningkatkan suasana hati kita.
Bunga yang paling indah dapat membawa senyum ke wajah seseorang yang telah sakit atau mengalami hari yang keras. Kehadiran bunga memiliki dampak yang besar pada keadaan pikiran dan emosi.
  Bunga memicu perasaan kebahagiaan dan membantu kita mengatasi kemarahan dan rasa sakit. Mereka membantu kita tetap tenang dan santai. Mereka juga dapat membantu menghilangkan stres.

Jumat, 31 Mei 2013

 10 BUNGA BERACUN



1. Opium


Opium sebenarnya dipakai dalam dunia farmasi, namun lebih sering disalahgunakan sebagai bunga penghasil narkotika, karena mempunyai efek halusinogen yang dahsyat.

Cara pengolahan menjadi narkotika, yakni dengan cara menyayat buahnya hingga mengeluarkan getah putih yang lengket. Setelah kering

Jumat, 17 Mei 2013

11 DAUN BERKHASIAT



Daun Yang Berkhasiat Obat adalah daun yang mampu dan berguna untuk menyembuhkan penyakit dengan cara tradisional. Daun-daun ini sudah dikenal para masyarakat kalangan luas di daerah indonesia. Namun sebagian besar para penduduk belum mengetahui kegunaan dan khasiat daun-daun yang tumbuh di daerah-daerah sekitar kita. Untuk mengetahui secara pasti, berikut ada beberapa Daun yang berkhasiat obat :

Jumat, 10 Mei 2013

Khasiat Bunga Matahari

bunga matahari
Bunga Matahari memiliki nama ilmiah Helianthus annuus Linn. Bunga matahari juga dikenal di beberapa daerah dengan nama bunga panca matoari, bunga teleng matoari, kembang sangenge, bungka matahari, dan beberapa nama lainnya. Selain merupakan tanaman herba berumur pendek, apalagi ciri-ciri bunga ini ?
Bunga matahari memiliki ciri umum diantaranya adalah batang tumbuh tegak dengan tinggi yang dapat mencapai 3 meter. Daunnya cukup lebar, berbentuk jantung. Bunga matahari sangat khas karena ukurannya yang lebar, mahkota berwarna kuning, dan bentuknya keseluruhannya menyerupai matahari.

Jumat, 03 Mei 2013

JENIS JENIS TACUN DAN TANAMAN BERACUN


Satu gram racun ini cukup untuk membunuh 1.200 orang. Bahan radioaktif nomor 84, ditemukan di tambang atau Aloran laboratorium nuklir.
Ini adalah perak logam warna tanpa bau atau rasa. Sangat dipengaruhi oleh alpha-sinar yang menyabotase kode genetik dalam sel hidup, mati atau menjadi kanker.
Gejala mereka muncul setelah beberapa hari, tergantung pada dosis. Dimulai pada musim gugur dan kemudian organ-organ vital dari kerusakan rambut fungsi vital berhenti bekerja. Kematian datang setelah periode antara satu bulan dan tiga bulan.
Dapat dikenali dari gejala dan Aladah dipecat, meskipun sulit untuk mengukur Aladah Jika Anda tidak keluar dari tubuh.
PENCEMARAN UDARA



Udara dikatakan tercemar jika udara tersebut mengandung unsur-unsur yang mengotori udara. Bentuk pencemar udara bermacam-macam, ada yang berbentuk gas dan ada yang berbentuk partikel cair atau padat.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjwpKEihvxfkG9SER7taPzIiniI1OSvowdhF69NNbu-W9OgaccRMrJ-Kn9s5KoyR8AXWJEfeV4s-Xqhg5hUZkfy26XQLl8bmgCmsXkFn2xlhrilbBY8dUVEZ3jQ5fI2iLTsqdwVcg50LGuc/s1600/polusi+udara.jpeg
1) Pencemar Udara Berbentuk Gas

Jumat, 29 Maret 2013

Sumber Daya Air dan Lingkungan : Potensi, Degradasi dan Masa Depan

Sumber Daya Air dan Lingkungan : Potensi, Degradasi dan Masa Depan
Sumber daya air merupakan sumber daya yang sangat vital bagi kehidupan manusia. Banyak kegiatan yang dilakukan manusia yang sangat bergantung dengan ketersediaannya. Namun, dengan semakin bertambahnya penduduk, tekanan terhadap kualitas dan kuantitas sumber daya air semakin meningkat dan berubah menjadi masalah lingkungan. Meskipun penting dan menjadi langka, pada kenyataannya sumber daya air tidak dikelola dengan baik.

Jumat, 15 Februari 2013

Upaya Penyelamatan Lingkungan di Jawa Barat


Siklus cuaca ekstrem dan berbagai bencana alam kini massif terjadi di beberapa daerah di Jawa Barat, semua sebab kejadian itu didominasi oleh kerusakan alam yang berdampak buruk bagi masyarakat. Tak hanya itu, ketika musim kemarau datang masyarakat pun mengalami kesulitan air bersih, semua itu diakibatkan karena berkurangnya daya serap air akibat penyusutan lahan hijau.

Menurut pihak Dinas Kehutanan Jawa Barat diprediksi pada saat ini Provinsi Jawa Barat hanya mempunyai luas hutan berkisar 20% berbanding dengan luas lahan pemukiman yang mencapai 80%.  Hal itu juga dianggap tidaklah mungkin untuk berkontribusi terhadap sirkulasi tata air di seluruh wilayah Jawa Barat sehingga berdampak buruk bagi lingkungan.

Tidak sepenuhnya pihak pemerintah bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan tersebut karena pada kenyataannya banyak faktor yang turut mempengaruhi kerusakan tersebut, contohnya karena kebutuhan masyarakat yang mayoritas dihasilkan dari berbagai macam vegetasi hutan.

Selain itu, pertumbuhan penduduk yang sangat cepat tidaklah selaras dengan perluasan lahan hijau yang memakan waktu cukup lama dalam pertumbuhannya, ditambah pula kesadaran dan pengetahuan masyarakat terhadap kelestarian hutan yang sangat kurang sehingga memperparah keadaan.

“Sebenarnya pemerintah sudah banyak program untuk menanggulangi masalah kerusakan hutan ini, namun tidak semua program tersebut berjalan dengan baik dan ditambah dengan kurangnya sosialisasi terhadap masyarakat,” ujar Tobus salah seorang anggota Mahapeka UIN SGD Bandung saat ditemui di kantor sekertariatnya, Jumat (8/12).

Pihak Mahapeka juga telah berkordinasi dengan beberapa lembaga lainya untuk mengupayakan  penyelamatkan dan menyadarkan masyarakat agar peduli terhadap lingkungannya.

Kurang Menghiraukan Lingkungan

Upaya Penyelamatan Lingkungan di Jawa Barat


Siklus cuaca ekstrem dan berbagai bencana alam kini massif terjadi di beberapa daerah di Jawa Barat, semua sebab kejadian itu didominasi oleh kerusakan alam yang berdampak buruk bagi masyarakat. Tak hanya itu, ketika musim kemarau datang masyarakat pun mengalami kesulitan air bersih, semua itu diakibatkan karena berkurangnya daya serap air akibat penyusutan lahan hijau.

Menurut pihak Dinas Kehutanan Jawa Barat diprediksi pada saat ini Provinsi Jawa Barat hanya mempunyai luas hutan berkisar 20% berbanding dengan luas lahan pemukiman yang mencapai 80%.  Hal itu juga dianggap tidaklah mungkin untuk berkontribusi terhadap sirkulasi tata air di seluruh wilayah Jawa Barat sehingga berdampak buruk bagi lingkungan.

Tidak sepenuhnya pihak pemerintah bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan tersebut karena pada kenyataannya banyak faktor yang turut mempengaruhi kerusakan tersebut, contohnya karena kebutuhan masyarakat yang mayoritas dihasilkan dari berbagai macam vegetasi hutan.

Selain itu, pertumbuhan penduduk yang sangat cepat tidaklah selaras dengan perluasan lahan hijau yang memakan waktu cukup lama dalam pertumbuhannya, ditambah pula kesadaran dan pengetahuan masyarakat terhadap kelestarian hutan yang sangat kurang sehingga memperparah keadaan.

“Sebenarnya pemerintah sudah banyak program untuk menanggulangi masalah kerusakan hutan ini, namun tidak semua program tersebut berjalan dengan baik dan ditambah dengan kurangnya sosialisasi terhadap masyarakat,” ujar Tobus salah seorang anggota Mahapeka UIN SGD Bandung saat ditemui di kantor sekertariatnya, Jumat (8/12).

Pihak Mahapeka juga telah berkordinasi dengan beberapa lembaga lainya untuk mengupayakan  penyelamatkan dan menyadarkan masyarakat agar peduli terhadap lingkungannya.

Kurang Menghiraukan Lingkungan

Jumat, 08 Februari 2013

Usaha-usaha pemerintah dalam menjaga peles tari an kekayaan alam dari kerusakan lingkungan antara lain sebagai berikut.
a. Rehabilitasi dan Reklamasi Lahan Kritis
Usaha pengendalian lahan kritis dilaksanakan melalui beberapa usaha sebagai berikut.

1) Penghijauan dan Reboisasi
Usaha penghijauan tanah dan reboisasi lahan hutan telah dilakukan dengan pola inpres (instruksi presiden), sejak tahun 1976. Untuk lebih mempercepat usaha mengurangi lahan kritis, lahan tersebut justru dimanfaatkan untuk keperluan pembangunan perkebunan, transmigrasi, peternakan, dan bentuk pembangun an lainnya sekaligus untuk rehabilitasi.
2) Resettlement dan Pengendalian Peladang Berpindah
Untuk mengendalikan peladang berpindah diperlukan pendekatan yang lebih menyeluruh. Dalam hubungan ini perlu dikembangkan pendekatan dengan cara pendekatan fisik dan alam, pendekatan sosioantropologi, dan pendekatan pengembangan institusi. Setelah pendekatan-pendekatan tersebut berhasil, baru dilakukan penataan pemukiman (resettlement).
b. Program Kali Bersih
Untuk meningkatkan daya dukung lingkungan de mi menunjang keberhasilan kegiatan pemba ngunan di semua sektor maka ditempuh usaha program kali bersih. Program kali bersih ini mempunyai beberapa tujuan antara lain sebagai berikut.
1) Mencegah penurunan kualitas dan daya guna air sekaligus menaikkan kualitas dan daya gu na air. Program kali bersih ditujukan khususnya pada sumber-sumber air yang kualitasnya sangat buruk.
2) Persiapan bagi pelaksanaan peraturan peme rintah tentang pengendalian pencemaran air.
3) Pengembangan kelembagaan pengelolaan ling kungan hidup
c. Program Pengendalian Intrusi Air Asin
Bentuk pengendalian penyusupan air asin dapat disesuaikan dengan kondisi lingkungan yang ada, misalnya sebagai berikut.
1) Mengendalikan tingkat pemompaan air tanah.
2) Menambah masukan air tanah dengan memperbanyak tumbuhan dan sumur resapan.
3) Mengendalikan perluasan pemukiman perkotaan.
4) Melindungi daerah resapan atau daerah tangkapan hujan (recharge area).
5) Memberi prioritas pelayanan Perusahaan Air Minum (PAM) di daerah yang rawan air tawar.
d. Pengelolaan Pantai dan Lautan
Dalam mengelola wilayah pantai dan lautan di per lukan kebijaksanaankebijaksanaan sebagai berikut.
1) Pemanfaatan sumber daya alam di wilayah pantai dan lautan yang dapat diperbarui perlu dilakukan dalam batas kemampuan regene rasi, sedangkan untuk sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui, dilakukan dengan bijaksana dan rasional.
2) Inventarisasi tingkat pemanfaatan lahan wi la yah pantai untuk berbagai kegiatan yang perlu dikendalikan. Untuk itu, diperlukan adanya pembagian daerah, mana yang merupakan kawasan lindung, kawasan penyangga, dan kawasan budi daya.
3) Pengelolaan wilayah pantai dan lautan dapat dikembangkan dengan 3 alternatif, yaitu pembagian wilayah laut, kepulauan, dan ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) serta diatur oleh sistem koordinasi antardepartemen di tingkat pusat.
e. Usaha Menjaga Kelestarian dan Meningkatkan Sumber Daya
Dalam rangka menjaga kelestarian dan mening katkan sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan pokok manusia maka kebijaksanaan pembangunan harus mencakup hal-hal berikut.
1) Penciptaan dan perluasan mata pencaharian khususnya di daerah yang mengalami tekanan ekonomi yang berat.
2) Perlindungan terhadap pendapatan petani, nelayan, dan pengumpul hasil hutan.
3) Pengkajian ilmiah terhadap pengikisan lapisan atas tanah dan pengambilan sumber daya hutan agar tidak melebihi laju perbaikan produktivitasnya.
4) Peningkatan produktivitas lahan dengan cara memperhatikan pengendalian penggunaan pupuk organik, pestisida, dan tata air.
5) Penelitian terhadap kebutuhan kayu bakar dan hasil hutan dengan memperhatikan aspek lingkungan.
6) Pelestarian dan penggunaan energi secara efisien.
7) Pencegahan dan pengurangan pencemaran udara, tanah, dan air sedini mungkin.
8) Pengembangan teknologi dengan memperhatikan kelestarian lingkungan

Jumat, 01 Februari 2013


Kualitas Lingkungan Indonesia Makin Menurun


Mungkin kita sudah mengetahui apa telah terjadi terhadap lingkungan hidup Indonesia selama tahun 2006. Namun tak ada salahnya jika kita kembali menengok rekaman berbagai kejadian selama tahun itu di buku Status Lingkungan Hidup Indonesia diterbitkan KLH, agar kita bisa mengambil pelajaran di dalamnya. Berikut ulasan Marwan Azis* mengenai Buku SLHI 2006.

Buku SLHI 2006 setebal 285 halaman itu, selain mengupas status berbagai sumber daya alam Indonesia, buku ini mengetengahkan isu-isu lingkungan yang menonjol selama tahun 2006. Bahkan penyusun SLHI ini memberikan porsi tersendiri bagi isu lingkungan yang paling menonjol dalam bentuk buku suplemen secara terpisah setebal 65 halaman.

Peluncuran buku tersebut dihadiri oleh legislatif, departemen terkait, lembaga donor, akedemisi, LSM, lembaga donor, pers, dunia usaha, narasumber serta para penjabat KLH, Lauching buku itu dirangkaikan dengan diskusi panel diskusi panel bertema “Kesiapan Indonesia Dalam Merespon Masalah Perubahan Iklim” berlangsung di Hotel Sahid Jakarta pada tanggal 12 September 2007 lalu.

Menurut Deputi MENLH Bidang Pembinaan Sarana Teknis dan Peningkatan Kapasitas, Isa Karmisa Ardiputra, untuk membantu penyebaran informasi kondisi lingkungan di Indonesia, Pemerintah Indonesia melalui KLH dalam 5 tahun terakhir ini, telah menyusun dan menerbitkan buku Laporan Status Lingkungan Indonesia (SLHI) setiap tahun guna mendukung pengambilan keputusan yang memadai, bagi terciptanya pembangunan berkelanjutan di Indonesia.

Indonesia Dililit Bencana


Kualitas Lingkungan Indonesia Makin Menurun


Mungkin kita sudah mengetahui apa telah terjadi terhadap lingkungan hidup Indonesia selama tahun 2006. Namun tak ada salahnya jika kita kembali menengok rekaman berbagai kejadian selama tahun itu di buku Status Lingkungan Hidup Indonesia diterbitkan KLH, agar kita bisa mengambil pelajaran di dalamnya. Berikut ulasan Marwan Azis* mengenai Buku SLHI 2006.

Buku SLHI 2006 setebal 285 halaman itu, selain mengupas status berbagai sumber daya alam Indonesia, buku ini mengetengahkan isu-isu lingkungan yang menonjol selama tahun 2006. Bahkan penyusun SLHI ini memberikan porsi tersendiri bagi isu lingkungan yang paling menonjol dalam bentuk buku suplemen secara terpisah setebal 65 halaman.

Peluncuran buku tersebut dihadiri oleh legislatif, departemen terkait, lembaga donor, akedemisi, LSM, lembaga donor, pers, dunia usaha, narasumber serta para penjabat KLH, Lauching buku itu dirangkaikan dengan diskusi panel diskusi panel bertema “Kesiapan Indonesia Dalam Merespon Masalah Perubahan Iklim” berlangsung di Hotel Sahid Jakarta pada tanggal 12 September 2007 lalu.

Menurut Deputi MENLH Bidang Pembinaan Sarana Teknis dan Peningkatan Kapasitas, Isa Karmisa Ardiputra, untuk membantu penyebaran informasi kondisi lingkungan di Indonesia, Pemerintah Indonesia melalui KLH dalam 5 tahun terakhir ini, telah menyusun dan menerbitkan buku Laporan Status Lingkungan Indonesia (SLHI) setiap tahun guna mendukung pengambilan keputusan yang memadai, bagi terciptanya pembangunan berkelanjutan di Indonesia.

Indonesia Dililit Bencana

Kelestarian Lingkungan Tinjauan Hukum Islam(Fiqih)OPINI | 06 January 2013 | 20:07 Dibaca: 259   Komentar: 0   Nihil
Dewasa ini lingkungan itu tidak begitu dihargai. Pengrusakan lingkungan itu dianggap hal yang wajar-wajar saja dan dilakukan dengan penuh kesadaran tinggi. Hukum pun tidak dapat lagi berbuat banyak. Dampaknya begitu terasa. Kita bisa lihat baik lewat media maupun dengan mata kepala kita sendiri. Sampah berserakan dimana-mana, penggundulan hutan, asap-asap pabrik, dan ekspoitasi alam secara berlebihan. Tidak heran, jika musim penghujan tiba, terjadi banjir dan tanah longsor, begitupun sebaliknya di saat kemarau, kita dihadapkan dengan kekeringan panjang, polusi udara dan lain sebagainya.
Pertanyaan saya, apakah orang- orang melakukan kerusakan itu belum sadar hukum atau hukum itu sendiri belum ditegakkan atau pemahaman mereka tentang “hukum Islam (Fiqih)” mengenai kelestarian itu dangkal atau belum paham sama sekali?.
Tulisan ini mencoba menjelaskan kelestarian lingkungan dan hukumnya dalam kaca mata fiqih. Menurut saya, perlu adanya kejelasan hukum Islam (fiqih) terkait masalah kerusakan lingkungan tersebut.
Fiqih dan hukum kelestarian lingkungan
Sudah jelaslah bahwa Sumber daya alam dan linkungan merupakan suatu daya dukung bagi kehidupan manusia itu sendiri. Menurut , Prof KH Ali Yafie: masalah lingkungan ini masuk dalam bidang “jinayat” artinya menyangkut nyawa manusia.[1] Dalam “Fiqih Al-Biah” Menjaga lingkungan adalah menjaga kemaslahatan orang banyak. Sesuatu yang menyangkut hajat hidup orang banyak hukumnya wajib. Menurut Qaradhawi , menjaga lingkungan sama halnya menjaga jiwa, akal, keturunan, dan harta. Jika aspek tersebut rusak maka kesucian manusia sebagai klafilah itu akan ternoda.[2]
Oleh karenanya, secara fiqhiyah (kaidah fiqih) berpeluang dinyatakan bahwa dalam perspektif hukum Islam status hukum pelestarian Lingkungan hukumnya “wajib”. Hal ini didasarkan pada dua pendekatan spiritual fiqhiyah Islamiyah. Secara ekologis, pelestarian lingkungan merupakan keniscayaan ekologis yang tidak bisa ditawar oleh siapa pun dan kapan pun, dan secara spiritual fiqhiyah Islamiyah Allah SWT ternyata memiliki kepedulian ekologis yang paripurna.[3] Jadi, sudah jelas bahwa  menjaga kelestarian lingkungan itu sesuatu Yang Wajib.
Hadirnya Fiqih Lingkungan


Kelestarian Lingkungan Tinjauan Hukum Islam(Fiqih)

OPINI | 06 January 2013 | 20:07 Dibaca: 259   Komentar: 0   Nihil
Dewasa ini lingkungan itu tidak begitu dihargai. Pengrusakan lingkungan itu dianggap hal yang wajar-wajar saja dan dilakukan dengan penuh kesadaran tinggi. Hukum pun tidak dapat lagi berbuat banyak. Dampaknya begitu terasa. Kita bisa lihat baik lewat media maupun dengan mata kepala kita sendiri. Sampah berserakan dimana-mana, penggundulan hutan, asap-asap pabrik, dan ekspoitasi alam secara berlebihan. Tidak heran, jika musim penghujan tiba, terjadi banjir dan tanah longsor, begitupun sebaliknya di saat kemarau, kita dihadapkan dengan kekeringan panjang, polusi udara dan lain sebagainya.
Pertanyaan saya, apakah orang- orang melakukan kerusakan itu belum sadar hukum atau hukum itu sendiri belum ditegakkan atau pemahaman mereka tentang “hukum Islam (Fiqih)” mengenai kelestarian itu dangkal atau belum paham sama sekali?.
Tulisan ini mencoba menjelaskan kelestarian lingkungan dan hukumnya dalam kaca mata fiqih. Menurut saya, perlu adanya kejelasan hukum Islam (fiqih) terkait masalah kerusakan lingkungan tersebut.
Fiqih dan hukum kelestarian lingkungan
Sudah jelaslah bahwa Sumber daya alam dan linkungan merupakan suatu daya dukung bagi kehidupan manusia itu sendiri. Menurut , Prof KH Ali Yafie: masalah lingkungan ini masuk dalam bidang “jinayat” artinya menyangkut nyawa manusia.[1] Dalam “Fiqih Al-Biah” Menjaga lingkungan adalah menjaga kemaslahatan orang banyak. Sesuatu yang menyangkut hajat hidup orang banyak hukumnya wajib. Menurut Qaradhawi , menjaga lingkungan sama halnya menjaga jiwa, akal, keturunan, dan harta. Jika aspek tersebut rusak maka kesucian manusia sebagai klafilah itu akan ternoda.[2]
Oleh karenanya, secara fiqhiyah (kaidah fiqih) berpeluang dinyatakan bahwa dalam perspektif hukum Islam status hukum pelestarian Lingkungan hukumnya “wajib”. Hal ini didasarkan pada dua pendekatan spiritual fiqhiyah Islamiyah. Secara ekologis, pelestarian lingkungan merupakan keniscayaan ekologis yang tidak bisa ditawar oleh siapa pun dan kapan pun, dan secara spiritual fiqhiyah Islamiyah Allah SWT ternyata memiliki kepedulian ekologis yang paripurna.[3] Jadi, sudah jelas bahwa  menjaga kelestarian lingkungan itu sesuatu Yang Wajib.
Hadirnya Fiqih Lingkungan

Kualitas Lingkungan Indonesia Makin Menurun

Mungkin kita sudah mengetahui apa telah terjadi terhadap lingkungan hidup Indonesia selama tahun 2006. Namun tak ada salahnya jika kita kembali menengok rekaman berbagai kejadian selama tahun itu di buku Status Lingkungan Hidup Indonesia diterbitkan KLH, agar kita bisa mengambil pelajaran di dalamnya. Berikut ulasan Marwan Azis* mengenai Buku SLHI 2006.

Buku SLHI 2006 setebal 285 halaman itu, selain mengupas status berbagai sumber daya alam Indonesia, buku ini mengetengahkan isu-isu lingkungan yang menonjol selama tahun 2006. Bahkan penyusun SLHI ini memberikan porsi tersendiri bagi isu lingkungan yang paling menonjol dalam bentuk buku suplemen secara terpisah setebal 65 halaman.

Peluncuran buku tersebut dihadiri oleh legislatif, departemen terkait, lembaga donor, akedemisi, LSM, lembaga donor, pers, dunia usaha, narasumber serta para penjabat KLH, Lauching buku itu dirangkaikan dengan diskusi panel diskusi panel bertema “Kesiapan Indonesia Dalam Merespon Masalah Perubahan Iklim” berlangsung di Hotel Sahid Jakarta pada tanggal 12 September 2007 lalu.

Menurut Deputi MENLH Bidang Pembinaan Sarana Teknis dan Peningkatan Kapasitas, Isa Karmisa Ardiputra, untuk membantu penyebaran informasi kondisi lingkungan di Indonesia, Pemerintah Indonesia melalui KLH dalam 5 tahun terakhir ini, telah menyusun dan menerbitkan buku Laporan Status Lingkungan Indonesia (SLHI) setiap tahun guna mendukung pengambilan keputusan yang memadai, bagi terciptanya pembangunan berkelanjutan di Indonesia.

Indonesia Dililit Bencana



Kelestarian Lingkungan Tinjauan Hukum Islam(Fiqih)

OPINI | 06 January 2013 | 20:07 Dibaca: 259   Komentar: 0   Nihil
Dewasa ini lingkungan itu tidak begitu dihargai. Pengrusakan lingkungan itu dianggap hal yang wajar-wajar saja dan dilakukan dengan penuh kesadaran tinggi. Hukum pun tidak dapat lagi berbuat banyak. Dampaknya begitu terasa. Kita bisa lihat baik lewat media maupun dengan mata kepala kita sendiri. Sampah berserakan dimana-mana, penggundulan hutan, asap-asap pabrik, dan ekspoitasi alam secara berlebihan. Tidak heran, jika musim penghujan tiba, terjadi banjir dan tanah longsor, begitupun sebaliknya di saat kemarau, kita dihadapkan dengan kekeringan panjang, polusi udara dan lain sebagainya.
Pertanyaan saya, apakah orang- orang melakukan kerusakan itu belum sadar hukum atau hukum itu sendiri belum ditegakkan atau pemahaman mereka tentang “hukum Islam (Fiqih)” mengenai kelestarian itu dangkal atau belum paham sama sekali?.
Tulisan ini mencoba menjelaskan kelestarian lingkungan dan hukumnya dalam kaca mata fiqih. Menurut saya, perlu adanya kejelasan hukum Islam (fiqih) terkait masalah kerusakan lingkungan tersebut.
Fiqih dan hukum kelestarian lingkungan
Sudah jelaslah bahwa Sumber daya alam dan linkungan merupakan suatu daya dukung bagi kehidupan manusia itu sendiri. Menurut , Prof KH Ali Yafie: masalah lingkungan ini masuk dalam bidang “jinayat” artinya menyangkut nyawa manusia.[1] Dalam “Fiqih Al-Biah” Menjaga lingkungan adalah menjaga kemaslahatan orang banyak. Sesuatu yang menyangkut hajat hidup orang banyak hukumnya wajib. Menurut Qaradhawi , menjaga lingkungan sama halnya menjaga jiwa, akal, keturunan, dan harta. Jika aspek tersebut rusak maka kesucian manusia sebagai klafilah itu akan ternoda.[2]
Oleh karenanya, secara fiqhiyah (kaidah fiqih) berpeluang dinyatakan bahwa dalam perspektif hukum Islam status hukum pelestarian Lingkungan hukumnya “wajib”. Hal ini didasarkan pada dua pendekatan spiritual fiqhiyah Islamiyah. Secara ekologis, pelestarian lingkungan merupakan keniscayaan ekologis yang tidak bisa ditawar oleh siapa pun dan kapan pun, dan secara spiritual fiqhiyah Islamiyah Allah SWT ternyata memiliki kepedulian ekologis yang paripurna.[3] Jadi, sudah jelas bahwa  menjaga kelestarian lingkungan itu sesuatu Yang Wajib.
Hadirnya Fiqih Lingkungan

Kualitas Lingkungan Indonesia Makin Menurun

Mungkin kita sudah mengetahui apa telah terjadi terhadap lingkungan hidup Indonesia selama tahun 2006. Namun tak ada salahnya jika kita kembali menengok rekaman berbagai kejadian selama tahun itu di buku Status Lingkungan Hidup Indonesia diterbitkan KLH, agar kita bisa mengambil pelajaran di dalamnya. Berikut ulasan Marwan Azis* mengenai Buku SLHI 2006.

Buku SLHI 2006 setebal 285 halaman itu, selain mengupas status berbagai sumber daya alam Indonesia, buku ini mengetengahkan isu-isu lingkungan yang menonjol selama tahun 2006. Bahkan penyusun SLHI ini memberikan porsi tersendiri bagi isu lingkungan yang paling menonjol dalam bentuk buku suplemen secara terpisah setebal 65 halaman.

Peluncuran buku tersebut dihadiri oleh legislatif, departemen terkait, lembaga donor, akedemisi, LSM, lembaga donor, pers, dunia usaha, narasumber serta para penjabat KLH, Lauching buku itu dirangkaikan dengan diskusi panel diskusi panel bertema “Kesiapan Indonesia Dalam Merespon Masalah Perubahan Iklim” berlangsung di Hotel Sahid Jakarta pada tanggal 12 September 2007 lalu.

Menurut Deputi MENLH Bidang Pembinaan Sarana Teknis dan Peningkatan Kapasitas, Isa Karmisa Ardiputra, untuk membantu penyebaran informasi kondisi lingkungan di Indonesia, Pemerintah Indonesia melalui KLH dalam 5 tahun terakhir ini, telah menyusun dan menerbitkan buku Laporan Status Lingkungan Indonesia (SLHI) setiap tahun guna mendukung pengambilan keputusan yang memadai, bagi terciptanya pembangunan berkelanjutan di Indonesia.

Indonesia Dililit Bencana


Kualitas Lingkungan Indonesia Makin Menurun

Mungkin kita sudah mengetahui apa telah terjadi terhadap lingkungan hidup Indonesia selama tahun 2006. Namun tak ada salahnya jika kita kembali menengok rekaman berbagai kejadian selama tahun itu di buku Status Lingkungan Hidup Indonesia diterbitkan KLH, agar kita bisa mengambil pelajaran di dalamnya. Berikut ulasan Marwan Azis* mengenai Buku SLHI 2006.

Buku SLHI 2006 setebal 285 halaman itu, selain mengupas status berbagai sumber daya alam Indonesia, buku ini mengetengahkan isu-isu lingkungan yang menonjol selama tahun 2006. Bahkan penyusun SLHI ini memberikan porsi tersendiri bagi isu lingkungan yang paling menonjol dalam bentuk buku suplemen secara terpisah setebal 65 halaman.

Peluncuran buku tersebut dihadiri oleh legislatif, departemen terkait, lembaga donor, akedemisi, LSM, lembaga donor, pers, dunia usaha, narasumber serta para penjabat KLH, Lauching buku itu dirangkaikan dengan diskusi panel diskusi panel bertema “Kesiapan Indonesia Dalam Merespon Masalah Perubahan Iklim” berlangsung di Hotel Sahid Jakarta pada tanggal 12 September 2007 lalu.

Menurut Deputi MENLH Bidang Pembinaan Sarana Teknis dan Peningkatan Kapasitas, Isa Karmisa Ardiputra, untuk membantu penyebaran informasi kondisi lingkungan di Indonesia, Pemerintah Indonesia melalui KLH dalam 5 tahun terakhir ini, telah menyusun dan menerbitkan buku Laporan Status Lingkungan Indonesia (SLHI) setiap tahun guna mendukung pengambilan keputusan yang memadai, bagi terciptanya pembangunan berkelanjutan di Indonesia.

Indonesia Dililit Bencana

Dalam suplemen SLHI terungkap bahwa selama tahun 2006 telah terjadi 195 bencana. Dari total kejadian tersebut, yang paling sering terjadi adalah banjir (22%) diikuti oleh tanah longsor dan kekeringan secara berurutan masing-masing sebesar 15% dan 14%.

Sepanjang tahun 2006, wilayah Indonesia diguncang gempa dengan magnitud lebih besar dari 4 SR sebanyak 912 kejadian. Dari jumlah kejadian tersebut, frekuensi tertinggi gempa terjadi di bulan Juli 2006, yakni sebanyak 181 kejadian diantaranya yang menimbulkan bencana tsunami di Pangandaran pada tanggal 7 Juli 2006. Sebelumnya di bulan Mei 2006 gempa dengan magnitud >4 SR sebanyak 88 kejadian diantaranya bencana gempa yang menimbulkan kerusakan di Yogyakarta dan sekitarnya pada tanggal 27 Mei. Ratusan orang meninggal dunia, ribuan orang luka-luka dan terpaksa mengungsi akibat dua gempa itu.

Sebagian gempa terjadi di laut yang berpeluang memicu terjadinya tsunami. Dari 109 kejadian tsunami yang di Indonesia, 90%-nya dibangkitkan oleh gempa bumi, 9% letusan gunung api, dan 1% terjadi karena tanah longsor. Tak heran Isu lingkungan menempati urutan ketiga menonjol di tahun 2006. Bahkan satu hari setelah peluncuran buku SLHI tepatnya hari pertama bulan Ramadhan, gempa bumi kembali melanda beberapa daerah yaitu Bengkulu, Padang, Palembang dan Papua.

Meski demikian persoalan kebakaran dan kabut asap yang terjadi pada tahun 2006, yang juga terjadi pada tahun-tahun sebelumnya diposisikan sebagai isu pertama sangat menonjol pada tahun 2006, karenanya besar dampak yang ditimbulkan, sehingga mendapatkan perhatian dari pemerintah RI dan sejumlah negara tetangga yang terkena kabut asap.

Kebakaran dan kabut asap di Pulau Kalimatan dan Sumatera pada bulan Agustus 2006 telah menuai protes dari negara-negara tetangga seperti Singapura, Malaysia dan Brunei Darusalam karena asap telah menimbulkan pencemaran udara melintas masuk ke wilayah negara-negara tersebut.

Selain itu, isu lainya yang menonjol tahun 2006 adalah terjadinya semburan lumpur panas yang tidak terkendali di lokasi pengeboran minyak dan gas bumi PT Lapindo Brantas Inc. di Kabupaten Sidoarjo Provinsi Jawa Timur pada tanggal 29 Mei 2006 lalu.

Semburan lumpur panas masih berlangsung hingga kini. Luberan lumpur itu hingga saat ini telah menggenangi ratusan hektar kawasan pemukiman, pertanian, dan industri. Lebih dari 15.000 penduduk yang berasal dari beberapa desa di sekitar semburan terpaksa mengungsi karena rumah-rumah mereka tergenang dan tidak bisa lagi dihuni. Genangan lumpur juga telah menghentikan produksi sejumlah industri di wilayah genangan lumpur. Tak heran kalau kasus lumpur Sidoarjo ini menempati posisi kedua isu lingkungan yang paling menonjol tahun 2006.

Status Lingkungan 2006.

Laporan SLHI 2006 ini juga mengetengahkan berbagai hal antara lain, persoalan kelangkaan dan kesulitan air yang layak pakai belakangan ini makin menggejala di beberapa daerah di Indonesia. Sementara pola komsumsi air di Indonesia naik secara eksponensial.

Penurunan kualitas air lebih banyak disebabkan oleh rusaknya daerah tangkapan air, sedangkan penurunan kualitas air lebih banyak disebabkan oleh pencemaran berbagai limbah dari industri, rumah tangga dan kegiatan pertanian.

Berdasarkan hasil pemantuan yang dilakukan oleh 30 Badang Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Provinsi pada tahun 2006 terhadap 35 sungai di Indonesia masih menunjukkan status tercemar.

Mengenai kondisi udara dan atmosfer, berdasarkan hasil pematuan 20 kota besar di Indonesia menurur laporan SLHI menunjukkan hasil yang lebih baik pada tahun 2006 dibandingkan tahun sebelumnya. Hasil pemantuan memperlihatkan rata-rata kandungan timbal dalam bensin berjumlah 0,038 gram perliter pada tahun 2006. Sementara pada tahun 2005 besarnya adalah 0,133 gram perliter. Hal ini dipengaruhi oleh respon pertamina yang menghentikan injeksi timbal dalam kilang-kilangnya di seluruh Indonesia sejak Juli 2006.

Data World Resource Institute 2006 menyebutkan kondisi atmosfer Indonesia berada pada peringkat ke 14 di dunia berdasarkan nilai absolute emissions, setelah Meksiko, walaupun intensitas gas rumah kaca Indonesia menempati urutan ke 72.

Sementara isu kehutanan, dilaporkan, laju kerusakan hutan dan lahan meningkat tajam setelah tahun 1997 yang mencapai rata-rata 3,5 juta hektar per tahun. Bahkan diperkirakan, dalam jangka waktu 10-15 tahun (2015-2020) Indonesia “terpaksa”menghentikan menebang hutan alamnya.

Menyangkut masalah pesisir dan laut, SLHI melaporkan bahkan kondisi terumbu karang yang luasnya mencapai 85.000 km2, 40 persen diantaranya dalam keadaan rusak. Ironisnya Indonesia adalah eksporter terumbu karang terbesar di dunia. Seperti halnya terumbu karang, luasan hutan mangrove juga menurun dari 3,7 ha pada tahun 1993 menjadi 1,5 juta hektar pada tahun 2005. Tingginya laju eksploitasi ekosistem hutan dan daerah pesisir berdampak pada semakin langkanya berbagai spesies bahkan ada terancam punah.

Dari sisi energi, laporan SHI menunjukkan, sumber utama energi di Indonesia berasal dari energi fosil. Diperkirakan cadangan minyak bumi Indonesia akan habis dalam waktu 25 tahun. Karena itu, pemerintah harus menggali sumber daya lain seperti gas bumi dan batu bara, dengan potensi pemanfaatan masing-masing dalam waktu 62 tahun bagi gas bumi dan 146 tahun bagi batu bara.

Isu limbah padat, khususnya persoalan sampah di kawasan perkotaan, masih merupakan persoalan besar yang makin menggejala. SLHI menyorot rendahnya partisipasi masyarakat luas dalam upaya mengurangi timbulan sampah telah menimbulkan bencana longsor di TPA Leuwi Gajah, Cimahi pada tahun 2005, TPA Bantar Gebang, Bekasi pada tahun 2006 merenggut korban jiwa. Selain isu berkaitan sampah, kondisi bahan berbahaya dan berancun (B3) serta limbah B3, secara umum, terdapat gelaja peningkatan dan penggunaan limbah B3.

SLHI juga mengulas permasalahan pemukiman perkotaan yang kian tak terkendali akibat tingginya perpindahan penduduk ke daerah perkotaan yang pada tahun 2005 telah mencapai 48,3 persen, dan diperkirkan lebih banyak pada tahun 2010-2012 akibatnya beban lingkungan di kota semakin tinggi.

Format buku SLHI 2006 sedikit berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. SLHI 2006 di didahului dengan diskripsi tentang tanah air dan penduduk, yaitu kondisi fisio-geografis Indonesia dan uraian data pendudukan, sebagai salah satu faktor penting yang harus diperhatikan dalam pengelolaan lingkungan hidup.

Secara keseluruhan, buku SLHI 2006 menguraikan enam aspek sumber daya alam dan lingkungan yang terdiri atas, sumber daya air (Bab 4), udara dan atmosfer (Bab 5), lahan dan hutan (Bab 6), pesisir dan laut (Bab 7), keaneragaman hayati (Bab 8), dan Energi (Bab 9).

Disamping itu, buku SLHI 2006 juga menguraikan aspek-aspek lain yang mencakup isu tentang limbah pada domestik, B3 dan limbah B3 (Bab 10), lingkungan pemukiman (Bab XI) dan uraian tentang kebijakan pengelolaan lingkungan hidup (Bab 3) serta agenda pengelolaan lingkungan hidup mendatang (Bab 12). Selain itu, SLHI kali ini dilengkapi dengan ulasan tentang bencana alam dan bencana non alam dalam satu buku tersendiri dalam bentuk suplemen.

Menurut Menteri Negara Lingkungan Hidup Ir Rachmat Witoelar, laporan SLHI tersebut sangat berguna dalam melihat kecenderungan kualitas lingkungan hidup Indonesia pada tahun 2006 dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.”Selain itu, laporan ini merupakan sarana yang penting untuk mengemukakan informasi mengenai lingkungan hidup serta upaya yang dilakukan dalam mengatasi permasalahan lingkungan baik yang dilakukan pemerintah, dunia usaha maupun masyarakat.”tandasnya. ***
Penulis : *Tim Editor Buku SLHI 2006.

Jumat, 11 Januari 2013

Generasi Tua Wariskan Lingkungan Buruk Bagi Generasi Muda

Generasi muda hidup di lingkungan tercemar, sempitnya lahan, dan kesulitan mendapat akses ke beberapa kebutuhan mendasar manusia.

polusi,air,sampahTumpukan sampah menghilangkan aliran sungai. (Harris Rinaldi/Fotokita.net)
Sempitnya lahan perumahan, polusi membuncah, hingga kesulitan air bersih. Kondisi ini dirasakan benar oleh warga perkotaan.
Kehidupan seperti ini pula yang akan dirasakan oleh anak cucu kita mengingat belum ada perubahan dalam gaya hidup generasi sebelum mereka. Dengan demikian, generasi muda diwariskan lingkungan yang lebih buruk oleh generasi sebelumnya.
Kesimpulan ini disampaikan peneliti senior dan Direktur Sajogyo Institute, Bogor, Noer Fauzi Rachman, dalam diskusi hijau bertopik "Nasib Hutan Indonesia Ada di Tangan Generasi Muda," Selasa (8/1), di Universitas Nasional, Jakarta.