Jumat, 15 Februari 2013

Upaya Penyelamatan Lingkungan di Jawa Barat


Siklus cuaca ekstrem dan berbagai bencana alam kini massif terjadi di beberapa daerah di Jawa Barat, semua sebab kejadian itu didominasi oleh kerusakan alam yang berdampak buruk bagi masyarakat. Tak hanya itu, ketika musim kemarau datang masyarakat pun mengalami kesulitan air bersih, semua itu diakibatkan karena berkurangnya daya serap air akibat penyusutan lahan hijau.

Menurut pihak Dinas Kehutanan Jawa Barat diprediksi pada saat ini Provinsi Jawa Barat hanya mempunyai luas hutan berkisar 20% berbanding dengan luas lahan pemukiman yang mencapai 80%.  Hal itu juga dianggap tidaklah mungkin untuk berkontribusi terhadap sirkulasi tata air di seluruh wilayah Jawa Barat sehingga berdampak buruk bagi lingkungan.

Tidak sepenuhnya pihak pemerintah bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan tersebut karena pada kenyataannya banyak faktor yang turut mempengaruhi kerusakan tersebut, contohnya karena kebutuhan masyarakat yang mayoritas dihasilkan dari berbagai macam vegetasi hutan.

Selain itu, pertumbuhan penduduk yang sangat cepat tidaklah selaras dengan perluasan lahan hijau yang memakan waktu cukup lama dalam pertumbuhannya, ditambah pula kesadaran dan pengetahuan masyarakat terhadap kelestarian hutan yang sangat kurang sehingga memperparah keadaan.

“Sebenarnya pemerintah sudah banyak program untuk menanggulangi masalah kerusakan hutan ini, namun tidak semua program tersebut berjalan dengan baik dan ditambah dengan kurangnya sosialisasi terhadap masyarakat,” ujar Tobus salah seorang anggota Mahapeka UIN SGD Bandung saat ditemui di kantor sekertariatnya, Jumat (8/12).

Pihak Mahapeka juga telah berkordinasi dengan beberapa lembaga lainya untuk mengupayakan  penyelamatkan dan menyadarkan masyarakat agar peduli terhadap lingkungannya.

Kurang Menghiraukan Lingkungan

Salah satu contoh konkret gonjang-ganjing hutan yang akan dialihfungsikan untuk dijadikan pusat perbelanjaan yaitu Babakan Siliwangi. Kawasan hutan dalam kota yang berada di Kota Bandung ini tidak terawat dan terkesan diabaikan oleh pemerintah. Padahal hutan disini mempunyai fungsi sebagai pengatur hidro-orologis bagi kehidupan masyarakat dan keanekaragaman hayati lainnya.

“Ada beberapa kebijakan pemerintah yang terkesan kurang menghiraukan lingkungan, program tersebut terkesan bagus dari luar namun jika dikaji lebih dalam ternyata efeknya kurang sesuai dengan apa yang di inginkan,” tambah Tobus.

Ia pun menghimbau agar masyarakat dan Pemerintah saling bersinergi untuk mengupayakan penyelamatan lingkungan jawabarat dari hilir ke hulu.

“Butuh kesadaran yang tinggi bagi kita (masyarakat) untuk merubah pola hidup pribadi kita lalu mengarah pada kebijakan Pemerintah,” ujar Dede “Orock” selaku Ketua Umum Mahapeka UIN SGD Bandung saat ditemui di waktu yang sama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar